Monday, January 8, 2018

Lipstik Ber-glitter Allysa

Lipstik Ber-glitter Allysa
Lipstik Ber-glitter Allysa

Tulisan sebelumnya:

Chemistry dalam Cinta

https://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/07/02/chemistry-dalam-cinta-sejati-573714.html

***

Setelah menghabiskan makan malam, aku & Allysa kembali tenggelam dalam pembahasan persiapan skripsinya. Mulai menurut memilih topik, mencari referensi berupa jurnal penelitian yg berhubungan dengan topik yg dipilih, perumusan judul penelitian, struktur penulisan thought penelitian, hingga membahas metodologi. "Mas Adit kok faham sih mannequin-mannequin penelitian di bidang ilmu komunikasi?" Tanya Allysa sehabis membereskan notebooknya. "Yah begitulah keuntungan hayati di kos-kosan. Walau aku ini kuliahnya di ekonomi manajemen, tetapi punya poly teman kos menurut berbagai disiplin ilmu. Saya dulu tipe mahasiswa yg bahagia berdiskusi dengan siapa saja. Terutama teman sekamar yg kuliah di ilmu komunikasi," jawabku sambil turun menurut kamar tempat tidur menuju ke kamar mandi. Lebih menurut 2 jam membahas persiapan skripsi Allysa, & udara dingin di ruangan ber-ac menciptakan aku selalu ingin buang air mungil yg menurut tadi aku tahan. "Iya, memang lezat juga jadi anak kos. Lisa nir pernah tinggal di kos, jadi ya nir tahu kehidupan kos. Jila mengerjakan tugas dengan dengan teman-teman kuliah, kami biasa kerjakan di perpustakaan atau cafe," tutur Allysa sehabis aku kembali menurut kamar mandi. "Ayo kalau mau jalan-jalan. Biar pikiran mampu refresh ya," ajakku. "Sebentar, Lisa mau ganti kostum dulu." Berikutnya Allysa merogoh kostum & masuk ke kamar mandi. Sedangkan aku memainkan handphone buat membalas SMS menurut putriku yg menanyakan pergi kapan. Sebuah kehidupan yg aneh. Aku dengan anak orang lain di sebuah kamar inn. Sementara anakku sendiri menungguku di tempat tinggal buat mengajak bapaknya jalan-jalan. "Selesai...." teriak Allysa sesaat keluar menurut kamar mandi. Aku mengalihkan pandangan ke arah Allysa. Ya ampun, seseorang gadis muda yg matang. ibarat bunga sudah mengembang paripurna. Ya, memang usia 22 tahun merupakan usia ranum-ranumnya bagi perempuan hingga usia 25 tahun.  Allysa mengganti celana jeansnya dengan rok span denims rona biru, yg dikombinasikan dengan kaos  rona hitam yg perbedaan nyata dengan rona kulitnya. "Memang mau ke mana kok tampil seksi sih?" tanyaku sambil terbengong-bengong. "Lah kan ini malam mingguan pertama kita," jawab Allysa tersenyum lebar. "Hahaha... malam mingguan ya," Rasanya dulu waktu pacaran pertama kali dengan mahasiswi yg berselahan kos, malam minggu nir lagi sebagai malam istimewa, karena hampir setiap malam merupakan malam minggu. Mungkin ini malam minggu istimewa bagi Allysa yg nir pernah pacaran & menghabiskan waktu di luar tempat tinggal. Maklum, papa & mama Allysa memang begitu ketat menjaganya, ditambah dengan Allysa yg memang nir pernah tertarik buat berpacaran waktu di SMA. Aku lihat Allysa masih sibuk dengan tas bawaannya. Sepertinya dia sedang mencari-cari sesuatu di dalamnya. "Aha... ketemu," istilah Allysa sambil mengangkat tinggi-tinggi benda yg mirip lem stick tadi. "Apanya yg ketemu?" tanyaku bertanya-tanya. "Lipstik baru nih," jawab Allysa sambil melangkah ke depan meja rias. Aku memperhatikan Allysa yg sedang memakai lisptik. Sepertinya rona yg dipergunakan rona merah mendekati ungu. Padahal biasanya Allysa hanya memakai lipgloss agar bibir tipisnya tampak segar & nir kering. "Wah mulai berani pakai yg berwarna nih." "Bagus kan Mas?" Tanya Allysa sambil dimonyong-monyongkan. "Eh lipstikmu ber-glitter ya," komentarku lagi waktu melihat kilaun di bibir Allysa. "Iya betul," jawab Allysa. "Hehehe....." "Loh kenapa kok ketawa?" Tanya Allysa. "Enggak ada apa-apa," jawabku sambil mengingat kembali kisahku waktu bibirku terkena lipstik berglitter milik Anita. Biasanya Anita eksklusif merogoh tissue buat mengelap bibirku yg terkena lipstiknya. Namun jenis lipstik berglitter biasanya cukup susah dihilangkan dengan tissue kering karena masih tampak blink-blink yg menempel. Kalau sudah misalnya itu, Anita membasahi tissue dengan air buat sungguh menghapus jejak lipstik berglitter menurut bibirku. Namun waktu ini aku mengalami amnesia, & nir tahu mengapa lipstik Anita mampu hingga menempel di bibirku. Apakah aku homogen banci kaleng sebagai akibatnya mencoba lipstik Anita? Ah entahlah. Biarkan saja amnesia itu aku alami, sebagai akibatnya aku nir sungguh mampu mengingat mengapa lipstik Anita mampu menempel di bibirku juga. "Ayo kita berangkat," istilah Allysa yg tampil elok dengan dandanan casualnya. Terus kentara aku memang lebih senang melihat Allysa tampil dengan gaya informal. Aku juga mengimbanginya dengan sepatu kets, celana denims, kaos berkerah, jaket rona merahku & topi coklatku. Yah, agar nir tampak misalnya om-om yg berjalan dengan gadis muda, walau sebenarnya Allysa juga cukup have attention-grabbing with & nir pernah mempermasalahkan penampilanku yg terkadang wajib tampil formal.

***

[caption identity="attachment_262051" align="aligncenter" width="two hundred" caption="Dok.Pri"][/caption] Allysa mengajakku memutari beberapa kawasan di Malang. Dunia malam di Malang memang cukup semarak di malam hari. Cukup poly kafe yg berjajar di beberapa lokasi strategis. Mungkin karena Malang merupakan kota wisata & kota pelajar, sebagai akibatnya kehidupan muda-mudi cukup bergairah. Saat berada di daerah Bundaran Pesawat terbang Soekarno-Hatta, kami mampir ke sebuah cafe yg penuh diisi sang anak-anak muda yg sedang bermalam mingguan. Namanya Cafe Heiss, yg menggelar purple carpet di depannya. Tentu saa purple carpet tadi bukan karpet merah yg dipakai di program para selebriti, tetapi dipergunakan bagi mereka yg senang dengan suasana lesehan. Cafe Heiss memang nir sebanyak cafe-cafe yg biasa kami kunjungi misalnya di Tunjungan Plaza, Grand City maupun yg di Galaxy Mall. Namun buat suasanya yg berbeda, menciptakan aku & Allysa cukup menikmatinya. Cafe ini memutar lagu-lagu yg unik misalnya lagu jadul dalam bahasa Prancis tempo dulu perang mayapada ke 2. Minuman berupa Berbagai Kopi racikan, Creme Cappuccino, Chocolate Marshmallow, Cafe au Fraise, German Hot Chocolate & Creme Oreo Dunk cukup mampu menciptakan kami bertanya-tanya. Aku memesan German Hot Chocolate, sedangkan Allysa memesan Chocolate Marshmallow & Creme Oreo Dunk buat dimakan dengan. Selama di cafe, kami hanya membicarakan hal yg ringan-ringan saja, walau ada virtual buat bercerita ihwal dugaan Ryan yg sebagai pelaku penyerangan karena motif menjauhkanku menurut Allysa. Namun aku nir ingin merusak suasana & membebani pikiran Allysa dengan kasus penyeranganku. Mungkin suatu waktu memang wajib aku selesaikan secara baik-baik, bila ada menerangkan akan terulang kembali.

***

Aku & Allysa kembali ke inn waktu sudah jam 12 malam lebih. Tiga jam sudah lebih menurut cukup buat membangun kebersamaan dengan Allysa & menikmati malam dengan. "Sekarang waktunya istirahat ya. Besok kita checkout jam eight sehabis sarapan ya," kataku sesaat sehabis berada di dalam kamar kembali. "Iya Lisa juga sudah mulai ngantuk nih, walau tadi sore sempat tidur. Mungkin karena tadi wajib mikirin skripsi ya, jadi low batt & ngantuk," istilah Allysa sambil merogoh beberapa kostum & masuk ke kamar mandi. Aku melepas sepatu & menyalakan televisi yg menayangkan video klip musik mancanegara. Saat Allysa sudah keluar dengan pakain tidurnya, ganti aku yg masuk ke kamar mandi. Aku memang nir terbiasa buat tidur sebelum membersihkan diri terlebih dahulu. "Hai kok belum tidur?" Sapaku waktu Allysa yg sudah di tempat tidur, tetapi masih melihat tayangan televisi. "Iya belum nih. Sini Mas naik sini. Kita nonton movie cantik 'New Moon' nih," istilah Allysa yg sedang melihat tayangan di RCTI. Aku segera naik ke tempat tidur & duduk dengan mengganjal punggung dengan bantal. Sedangkan Allysa berbaring di sebelahku dengan bantal yg dilipat agar lebih tinggi. Sekarang suasanya misalnya menonton berdua di sebuah gedung bioskop, walaupun hanya menurut TV LCD 32". "Mas lampunya Lisa matikan ya izin  enggak silau," tanya Allysa. "Iya, silahkan." Berikutnya Allysa menekan beberapa tombol yg ada di panel meja sebelahnya. Kini suasana ruangan sebagai remang-remang & hanya disinari sang televisi & cahaya menurut jendela yg nir begitu kentara. New Moon yg berkisah ihwal percintaan Bella Swan seseorang gadis biasa, & Edward Cullen yg berwajah putih pucat. Ternyata ini kisah ihwal mayapada vampire & werewolf. Edward yg melindungi Bella menurut vampire lain, wajib berjibaku agar Bella nir sebagai mangsa menurut sesamanya. Sebenarnya aku nir begitu konsentrasi menonton movie cantik ini. Selain karena suhu dingin ruangan, pikiran buruk mulai mengampiri. Aku melihat paras Allysa misalnya biasa saja & masih asyik menonton movie. Sedangkan aku duduk dengan galau di sebelahnya. Akhirnya aku menetapkan buat masuk ke dalam selimut juga, berbaring di sebelah Allysa. Allysa hanya tersenyum saja melihatku menarik bedcover tebal rona putih tadi hingga ke leher. "Mas coba pegang tanganku dinginkan?" Tanya Allysa. "Iya, tanganmu dingin ya," jawabku waktu memegang tangan Allysa. Kejadian ini persis waktu pertama kali Allysa mengajakku nonton movie Fast and Furious 6 di Grand City Surabaya beberapa bulan kemudian. Kini aku yg memegang tangan Allysa di bawah selimut. Allysa membiarkan saja tanganku mengelus & meremas jari-jarinya. Aku memandang paras Allysa, namun sepertinya dia nir begitu menghiraukan apa yg aku lakukan. Akhirnya aku melepas genggaman tanganku. "Kenapa dilepas? Enak dipijetin begitu." ujar Allysa sambil masih dengan tatapan ke televisi. "Eh senang tangannya dipijatin?" Tanyaku sambil memiringkan badan ke arah Allysa. "Iya, bolehlah," jawabnya sambil melirik ke arahku & menggeser posisinya mendekat ke arahku. Aku meraih tangan Allysa & memijitnya kembali. Mulai jari, telapak tangan hingga lengan aku pijat dengan lembut. Tidak sia-sia juga dahulu pernah belajar titik refleksi yg ada di tangan. Beberapa kali aku tekan titik pijat di antara jempol & telunjuk menciptakan Allysa mengerang kesakitan. "Ganti tangan kanan ya Mas," istilah Allysa. Aku hanya tersenyum mendengar permintaannya. Setelah memijat tangannya lebih menurut 10 menit, aku menarik tanganku & pamit ke kamar mandi. Udara dingin menciptakan aku jadi lebih acapkali ke kamar mandi buat buang air mungil. Setelah terselesaikan, aku kembali masuk ke dalam selimut yg dipergunakan Allysa juga. "Lisa, aku ijin tidur duluan ya. Ngantuk nih," ujarku kepada Allysa yg masih menikmati movie. "Iya deh... selamat tidur ya. Lisa nunggu filmnya habis." Sebenarnya aku masuk ke kamar mandi tadi juga dalam rangka mendinginkan badan yg mulai panas karena memijat tangan Allysa yg lembut. Aika nir aku hentikan, aku takut terbakar & akhirnya sebagai awal peristiwa yg aku tahu apa yg akan terjadi berikutnya. Aku ijin tidur dulu agar aku & Allysa sama-sama kondusif. Memang yg berbahaya waktu ini bila Allysa & aku sama-sama masih bangun di bawah selimut yg sama. Sedangkan bila sama-sama tertidur, atau galat satu saja tertidur, mungkin akan jauh lebih kondusif.

***

Adzan subuh membangunkaanku kembali. Tampak Allysa masih tertidur di sampingku dengan paras menghadap ke aku. Wajahnya teduh dalam tidurnya yg tenang. Ada virtual buat mencium keningnya, namun aku urungkan kembali. Segera aku bergegas ke kamar mandi buat cuci muka & merogoh air wudhu. Saat terselesaikan sholat subuh, aku perhatikan Allysa masih tertidur lelap. Mungkin dia menonton movie New Moon hingga terselesaikan. Aku biarkan saja dia tidur hingga jam 5 nanti baru aku bangunkan buat sholat subuh. Aku masih duduk di sajadah waktu berdoa memohon ampunan & keselamatan. Muncul pencerahan betapa aku ini laki-laki yg sombong yg terlalu berani mendekati bahaya. Beruntung Allah masih melindungi entah dengan cara apa. Pria mana yg bertenaga berada dengan seseorang perempuan & tidur dalam satu selimut tanpa terpesona buat melakukan perbuatan yg dilarang. "Iya, 2 malam ini aku masih bertenaga. Namun bila ini terulang berkali-kali, itu namanya konyol," kataku pada diri sendiri. Aku berdoa sekali lagi buat memohon ampunan & dijauhi menurut mara bahaya & rekaan mayapada. "Lisa ayo bangun," kataku sampil menepuk dengan lembut bahu Allysa yg tertutup selimut. Allysa masih membisu saja. Aku coba membangunkannya dengan cara yg sama beberapa kali hingga akhirnya Lisa membarui posisi tidurnya buat stretching alias ngulet. "Sudah jam berapa ini?" Tanya Allysa sambil menggosok-gosok matanya. ""Jam 5 pas. Ayo sholat subuh dulu. Setelah itu boleh tidur lagi." Allysa bangun & eksklusif menuju ke kamar mandi. Cukup lama dia di kamar mandi hingga akhirnya keluar kembali & membicarakan, "Mas, aku barusan menstruasi. Jadi ghak boleh sholat kan?," istilah Allysa. Dia membuka tas pakainnya & merogoh sebuah bungkusan yg aku pastikan itu niscaya pembalut perempuan. "Iya," jawabku singkat sambil tersenyum. Ya itulah hebatnya perempuan. Allah menyampaikan kelonggaran buat nir melaksanakan sholat wajib & ibadah lainnya karena kekhususan yg ada pada perempuan. Setelah keluar lagi menurut kamar mandi Allysa membicarakan, "Mas Lisa mau melanjutkan tidur dulu ya. Nanti kalau waktunya sarapan tolong dibangunkan." "Oke siap aja pokoknya." Seperti halnya Allysa yg masih mengantuk, akupun masuk kembali ke dalam selimut & meneruskan tidur.

***

Jam eight lebih, aku terbangun waktu sebuah panggilan menurut putriku masuk.

"Bapak nanti pergi jam berapa?" dengan suara renyahnya.

"Paling kurang lebih jam eleven-12 ya," jawabku sambil melihat ke arah Allysa yg masih tidur nyenyak.

"Bapak lagi ngapain?" Tanyanya lagi.

"Bapak baru bangun nih. Sebentar lagi sarapan terus pergi."

"Oke Pak, hato-hati ya, Assalamualaikum," istilah putriku.

"Iya terimakasih. Waalaikumsalam," jawabku sebelum akhirnya sambungan telpon diputus.

"Lisa, sarapan terus take a have a look at mari."

"Uuuh.... sudah siang ya.."

"Iya sudah jam eight. Kita sarapan di resto bawah mari."

"Iya, Lisa tak mandi dulu ya," katanya Allysa sambil bangun & menuju ke kamar mandi.

15 menit kemudian, Allysa sudah keluar menurut kamar mandi dengan paras segar & rambut basah. Aku bergegas buat ke kamar mandi juga. Setelah mengatur suhu air, aku segera membasahi rambut buat kramas agar dambut nir berminyak & lepek.

Saat keluar menurut kamar mandi, Allysa sudah siap & rapi. Dia masih memakai pakain yg semalam waktu pergi berdua.

***

Selama sarapan pagi dengan Allysa, pikiranku tertuju ke tempat tinggal. Sudah three hari 2 malam aku tinggalkan & aku kangen dengan suasana di tempat tinggal. Walau rumahku nir sebagus kamar inn, namun aku begitu kangen buat pergi ke tempat tinggal. Bertemu dengan istri & anak-anakku.

Jam 9 pagi, aku & Allysa sudah take a have a look at & meninggalkan Hotel Solaris menuju ke Surabaya kembali. Sepanjang bepergian, aku melihat kemacetan yg menuju ke arah Malang menurut Surabaya. Padahal seharusnya minggu pagi begini jalan raya sepi. Rupanya ada perlombaan balap sepeda yg diberangkatkan menurut Surabaya ke arah Malang. Sedangkan kemacetan lainnya karena adanya truk akbar yg memuat bulldoser mogok di tengah jalan di daerah Pandaan. Beruntung jalan menuju Surabaya lancar & kondusif saja.

Sekitar jam eleven.30, aku sudah hingga di jalan akbar menuju ke perumahanku. Allysa menepikan mobilnya di depan sebuah toko buat menurunkanku.

"Lisa, terimakasih sudah diajak jalan-jalan & diantar pergi juga," kataku sambil menjulurkan tangan buat menyalaminya. Allysa menerima uluran tanganku & tanpa diduga Allysa,  aku mencium tangannya. Allysa terkejut dengan apa yg baru saja terjadi. Diapun menarik tanganku & membalas mencium tanganku sambil tersenyum.

"Lisa yg seharusnya berterimakasih karena sudah diperbolehkan ikut ke Malang & diajarin menciptakan thought skripsi," ungkapnya dengan paras cerah ceria.

Setelah menutup pintu, kendaraan beroda empat Allysa berkecimpung meninggalkanku yg masih berdiri di tepi jalan dengan pikiran campur aduk rata, antara kangen dengan keluarga & perasaan kehilangan Allysa yg baru saja pergi.

"Thanks Allysa, you're a first price girl," ujarku dalam hati sambil melangkah menuju pangkalan ojek buat diantar pergi ke tempat tinggal.

No comments:

Post a Comment