Pagi tadi unggahan pasien pasca operasi yang mengaku dilecehkan oleh seorang oknum perawat meramaikan linimasa kita. Kaget, geli, risi kalau hal yang sama terjadi ke diri sendiri, hingga ingin melempar benda keras ke oknum perawat yang bareng gampangnya minta maaf lalu bilang Saya khilaf.
Khilaf itu kalau nggak sengaja nyomot kulit KFC punya temen Pak. Atau waktu Bapak lupa bayar Gojek padahal nggak pakai GoPay. Huft.
Bicara soal pemerkosaan memang pelik. Mau diedukasi hingga berbusa permanen akan ada orang-orang yang beropini, Ah itu kan alasannya ceweknya pakai baju seksi. Ya salahnya sendiri mau digoda. Atau lebih parah, Halah ngaku dilecehkan. Padahal menikmati maupun waktu gituan kan?
Kasus perempuan yang dilecehkan oleh oknum perawat ini harusnya dapat jadi bukti baru buat membungkam pendapat-pendapat seenak jidat ini. Pelecehan itu mulainya sumber otak pelaku alih-alih sumber korbannya. Selalu begini kok iterasi polanya.
Anak 2 tahun saja dapat mengendalikan diri. Kita harusnya dapat dong cari distraksi?
Alasan terklise sumber problem pemerkosaan adalah nafsu & khilaf. Nafsu alasannya nir tahan menunda dorongan seksual pasca melihat video porno atau buta mata alasannya ada cewek yang pahanya tersingkap alasannya pakai rok pendek. Semua alasan ini sebenarnya dapat diputus bareng satu cara sederhana: pengendalian diri.
Coba deh lihat akun mahmud-mahmud IG yang mengajari anaknya agar hanya mengambil 1 kotak susu setiap jajan. Anak 2 tahun saja dapat dibiasakan, dapat dikendalikan kehendaknya, dapat diberi pemahaman.
Kalau nir dapat mengendalikan, semua orang yang mau melawan nafsu & kekhilafan maupun dianugerahi kemampuan mencari distraksi. Saat udah terlalu greng, nggak tahan, alih-alih menubruk orang yang nggak dikenal coba pikirkan syarat keamanan mayapada. Ambil air wudhu, ibadah. Buat to do lists kerjaan yang masih terpending. Atau stalking akun lambe-lambean saja lah sana.
Dibius, nggak berdaya, pakai baju tempat tinggal sakit yang nggak ada seksi-seksinya kok ya masih dilecehkan maupun
Wanita korban pelecehan oknum perawat yang banyak dibincangkan tadi pagi adalah bukti bahwa pelecehan itu soal kehendak yang dilakukan. Selepas operasi terperinci perempuan ini sedang nir dalam kapasitas buat menggoda. Teler dibawah impak obat bius boro-boro mau tebar pesona. Buka mata aja sulit, Bung!
Kimono tempat tinggal sakit yang digunakan maupun jauh sumber kesan seksi. Bahan kasar bareng bau khas tempat tinggal sakit harusnya nir memproduksi orang yang melihat terangsang. Terlebih yang merasa terpanggil adalah orang bareng kode etik & sumpah perawat yang harusnya dipegang erat-erat.
Dengan syarat setengah teler,nir berdaya, pakai baju paling umum tanpa tendensi membangkitkan hasrat seksual yang meilhat maka pelaku pemerkosaan memang layak dibubuhi panggilan bejat.
Korban tampak menikmati? Bahkan perempuan yang orgasme waktu diperkosa maupun nir pernah mau menerimanya
Korban pelecehan oknum perawat masih harus bangga alasannya permanen dapat menangis, marah & menyampaikan emosinya. Dengan begitu orang-orang disekitarnya dapat berkiprah membantu buat memproses kelakuan pelaku. Dia masih dapat membela dirinya sendiri buat mendapatkan keamanan.
Banyak problem pelecehan lain yang memproduksi korbannya kehilangan daya bicara. Freezing waktu pelaku menggerayangi tubuhnya. Tidak dapat memberontak, takut makin disakiti fisiknya, gundah harus melakukan apa.
Pembelaan pelaku biasanya berkutat kepada konsensi antara dirinya & korban. Kelihatan mau sama mau atau malah korban terlihat menikmati.
Dude, orgasme itu ekspresi fisik sumber tubuhmu. Seperti kulitmu yang terasa sakit apabila dicubit. Saat terjadi penetrasi dalam waktu lama, meskipun penetrasi tadi nir diinginkan korban, orgasme permanen dapat terjadi. Bukan berarti korban menikmati. Tubuh korban hanya bereaksi terhadap rangsangan sumber luar tubuhnya. Jika orgasme yang terjadi waktu pelecehan terjadi masih digunakan sebagai pembelaan ini adalah pelecehan paling rendah buat korban.
Dalam problem perempuan yang dilecehkan oknum perawat, media masih menelanjanginya bareng embel-embel Cantik
Menuliskan Pelecehan perawat kepada halaman Google akan membawa kita ke berita-berita sumber banyak sekali sudut pandang. Salah satu yang paling memproduksi saya rikuh adalah embel-embel manis yang banyak digunakan media akbar. Memang kenapa kalau perempuan yang jadi korban dalam problem ini itu manis? Lalu dia layak jadi korban, begitu? Kecantikannya dapat menjustifikasi perlakuan pelaku yang bejat?
Seandainya korbannya dianggap nir memenuhi standar kecantikan perempuan yang diamini oleh orang kebanyakan, apakah lalu korban tadi nir layak diberitakan & sebagai sorotan?
Menambahkan embel-embel manis dalam berita sama sekali nir menaikkan posisi tawar korban. Korban yang harusnya dilindungi justru makin ditelanjangi alasannya kembali diangkat sisi-sisi fisiknya yang sebelumnya sudah membuatnya merasa dilecehkan sebagai manusia.
Advertisement
Artikel Bermanfaat & Menghibur Lainnya
Digoda Pakai, Assalamualaikum Cantik Sama Sekali Tidak Lebih Baik Dari Diperkosa
Diperkosa Pakai Patahan Cabang Pohon, Wanita yang Sempat Koma Setahun Lebih Ini Akhirnya Meninggal
Punya Pacar Cantik & Seksi Tidak Selamanya Menyenangkan. Ini Lho Beberapa Hal yang Mungkin Akan Menyulitkanmu
Gaya Cantik buat Vakansi ke Pantai Tanpa Perlu Tampil Seksi Pakai Bikini
Masih Malu Pakai Lingerie kepada Malam Pertama? Alternatif Baju Tidur Ini Bisa Kamu Pakai Lho
No comments:
Post a Comment