Monday, November 27, 2017

Percayalah, Wanita Cantik Sebagaimana Dia Ada

Percayalah, Wanita Cantik Sebagaimana Dia Ada

Image source: http://www.gaptekupdate.info/wp-content/uploads/2013/04/Harisu1.jpg

Percayalah, Wanita Cantik Sebagaimana Dia Ada

Hallo Mandira Sudah usang cita rasanya kita tak bertegur sapa lagi, kali ini aku sungguh pengin memahami informasi darimubukan sebuah formalitas sapa.

Apa kabarmu? Ah, cita rasanya telah usang aku tak mangatakan ini padamu. Jujur saja aku kangen. Seperti biasa, misalnya sebelum-sebelumnya aku merindukan ketika dimana bisa berbgai cerita denganmu lewat sepucuk surat. Meski terasa asing alasannya telah usang tak begini. Kali ini aku akan sedikit bercerita mengenai sesuatu yang asal dulu kita cari memahami: Kecantikan.

Sengaja aku menuliskan surat ini untukmu dengan caraku sendiri, barangkali kamu mengira ini semacam surat yang nyinyir atau apalah, terserah saja, aku menuliskannya dengan sepenuh hati.

Aku kembali membuka galat satu kamar ingatan bersamamu, aku masih mengenang senyum puitismu, matamu yang menyipit ketika kau tersenyum, suaramu yang selalu ngangenin serta tentu saja aku suka rambutmu, lebih tepatnya segala tentangmu aku suka.

Apakah kau masih jangan lupa percakapan kita ketika kelas berakhir pada bawah pohon kersen depan kelas X A ? Mungkin kau jangan lupa akan namun mungkin tak seutuhnya. Bagiku percakapan kita waktu itu adalah kenangan, entah bagaiamana caranya mencipta ruang sendiri pada hati inimenjadi kenangan, sekali waktu aku menjenguknya.

Fal, manis itu apa sih? tanyamu waktu itu, berfokus. Aku tarkejut dengan pertanyaanmu yang ketika itu menurutku aneh, meski bukan kali ini saja kau bertanya semacam ini, akan namun kali ini sungguh terasa aneh.

Apakah pertanyaan ini yang membuatmu akhir-akhir ini berubah? Setiap pagi pada sekolah aku melihatmu memeluk majalah bercover mengenai kecantikan. Lalu anehnya, kau mulai merubah penampilanmu: kamu memakai lipstick, bajumu ketat, lalu tak biasanya kamu mulai memakai bedak. Aku mengherani dirimu, timbul apa denganmu? Kenapa penampilanmu misalnya ini? Adakah sesuatu yang tak ku ketahui telah merubahmu? Entahlah, yang terang ungkap manis lebih seringkali ku dengar asal bibirmu.

Angin berhembus perlahan, menggoyangkan dedaunan, Aku tak bisa menjawabnya Ra, setiap kita punya kacamata sendiri dalam melihat kecantikan perempuan, jawabku, tak sungguh konfiden.

Emangnya kenapa? aku balik bertanya padamu.

Kau menghela nafas, lalu tersenyum, gak kok, aku cuman nanya aja, katamu.

Ah masa sih, emangnya kenapa dengan manis? aku memburu jawaban darimu.

Hmmm apakah kecantikan semakna serta sebangun dengan perempuan yang berkulit putih, hidung mancung, mata sipit, rambut lurus serta hitam, lalu tubuh, apakah harus langsing? asal nadamu aku menangkap timbul kekesalan pada baliknya.

Bagiku perempuan itu manis dengan sendirinya, sebagaimana adanya aku terdiam sejenak, lalu melirikmu, misalnya kaamuu kataku dengan genit, kamu jadi tersenyum, iiihhhh kamu bisa aja, kau mendorong bahuku dengan bahumubahu kita jadi bertemu, aku senang jadinya.

Mandira, apakah kau masih jangan lupa percakapan kita waktu itu, sebagian atau seluruhnya, apakah kau masih jangan lupa senyum kita bertemu, mungkin jangan lupa akan namun tak seluruhnya. Sekarang, aku jadi tersadar, kenapa kau dulu mempertanyakan mengenai manis padaku, serta kini pertanyaanmu telah menjadi pertanyaanku jua.

Aku penasaran mengapa poly perempuan yang mau menghabiskan uangnya buat membeli pemoles wajah demi mengejar ungkap manis? Banyak perempuan yang melukai dirinya sendiri demi ucapnya langsing? Lalu mempertontonkan auratnya demi ungkap seksi?.

Ya, ya, aku memahami bagi perempuan tampil mengesankan itu krusial, akan namun apakah harus begitu? Tentu kita bisa mempersoalkan ini.

Diam-membisu ternyata kita telah terjebak pada penjara persepsi yang dikonstruksi sang TV serta iklan. Setiap hari mata kita dijejali artis-artis yang seksi, berkulit putih, berambut hitam, mau manis kayak kita, manis putih lebih alami, pakai yang pas buat kamu, ucapnya, lalu tersenyum manjamenggodamu buat mencoba serta pada akhirnya membelinya.

Lalu kini, lihatlah pada media massa atau media online, kita dipaksa mendapat kejahatan yang secara halus telah mendeskreditkan bagi mereka yang rupanya dikenal menjadi tidak manis: Ninih gadis manis penjual getuk bikin heboh media sosial. Wanita manis penjual nasi pecel hebohkan media sosial. Tukang tambal ban jelita gemparkan netizer.

Aku penasaran apa yang galat dengan gadis manis yang menjual getuk menjadi akibatnya orang-orang pada heboh, apa yang aneh perempuan manis penjual nasi pecel hingga-hingga hebohkan media sosial? Apakah alasannya mereka manis hingga poly yang mengira mereka tak pantas berprofesi menjadi penjual getuk, penjual pecel lele atau tukang tambal ban. Atau alasannya mereka memliki paras manis cocoknya jadi contoh.

Jadi, yang cocok jadi penjual getuk, tambal ban, penjual pecel lele adalah mereka yang tak berparas manis. Ah, sungguh kalau begitu kita telah melakukan kejahatan dengan melabelkan kepantasan seseorang: manis serta tidak manis.

Inilah mengapa aku menuliskan surat untukmu, mengapa kita begitu kejam serta dengan sengaja memproduksi jurang pemisah antara yang manis serta tidak manis. Lalu merendahkan mereka yang tak berparas manis. Ah, bila saja kita memahami bagaimana cita rasanya dilabeli menjadi perempuan yang tidak manis.

Mandira, setiap perempuan itu manis sebagaimana beliau timbul. Cantik adalah sesuatu yang absurd, kita tidak akan pernah sungguh bisa mendefenisikannya. Sebab manis adalah pertanyaan sekaligus jawaban, manis ya manis, tak perlu itu serta ini.

Tapi, misalnya kebanyakan orang apakah manis itu mempunyai kulit bening mulus, hidung mancung, mata sipit, badan langsing, rambut lurus, panjang serta hitam?

Tentu saja manis tak selalu begitu. Seperti kataku dulu, setiap kita punya kaca mata sendiri dalam melihat kecantikan, manis menurutmu belum tentu manis berdasarkan orang lain. Bagiku manis tak hanya soal apa-apa yang terlihat, manis jua apa-apa yang tak terlihat sang matamu, beliau hanya bisa dirasakan serta dipandang dengan mata hati, kita menyebutnya innerbeautyyang terpancar asal dalam seseorang. Tak tertolak!.

Tentang apa-apa yang tak terlihat, mungkin kau akan bertanya bagaimana cara merasakan serta mengetahuinya?

Sederhana: bila kau melihat seorang perempuan, sejenak tutuplah matamu. Rasakan. Disanalah kau akan memahami perempuan itu manis atau tak.

Terakhir, bagiku percuma saja perempuan manis pada mata insan, akan namun buruk rupa pada mata Tuhan. Maka baikkanlah dirimu, percantiklah dirimu pada mata Tuhan, selesainya itu percayalah padaku engkau akan manis pada hadapan insan.

Demikianlah surat dariku, semoga aku bisa menebus hutangku padamu: mengenai apa itu manis. Paling tidak dengan begini kau akan kembali menjenguk ruang kenangan yang telah kita lalui bareng, dulu.

Salam,

Rifaldo

Advertisement

Artikel Bermanfaat serta Menghibur Lainnya

Percayalah, Wanita Itu Cantik dengan Sendirinya
Percayalah Bahwa Dia Ada
Diriku, Walau Ragamu Tak Serupawan Gadis Layar Kaca, Percayalah Bahwa Kamu Juga Istimewa
Wanita, Duniamu Takkan Berakhir Hanya Karena Mereka Bilang Kamu Tidak Cantik
Percayalah Dia Mencintaimu (Kalian Bersama Karena Kalian Ingin Bukan Karena Keterpaksaan)

0 komentar:

Post a Comment